Perlukah Kita dengarkan Sayang??


Siang tadi aku sedikit tersadar

Di tengah hingar bingar yang mereka tau tentang kita

Kulihat ragu di segelintir dari mereka

Tapi aku melihat senyummu...

Seolah bertanya, “Perlukah kita dengarkan keraguan mereka Sayang??”

 

Malamnya kubilang, “Aku malu dengan mereka…”

Kau bilang “Jangan dengarkan mereka sayang, aku yang merasakan…”

Aku terdiam lagi…

 

Sebenarnya aku sedikit takut kamu akan terpengaruh dengan apa yang dunia katakan tentang aku

“Saat bersamaku, mungkin tidak sedikit hal yang kurang menyenangkan akan kamu dengar diluar sana tentang aku”, kataku

Kamu hanya menggenggam tanganku, lebih erat dari biasa

Aku tau kamu mencoba meyakinkanku

Aku hanya tersenyum…

Perlukah kita mendengarkan mereka sayang?

 

Tak perlu mendengarkan, tak perlu juga menjelaskan

Mereka akan mengatakan apa yang mereka lihat

Sekalipun kita mencoba menjelaskan yang sebenarnya

Mereka hanya akan menganggap kita membela diri

Kita tengah beralasan atau lain sebagainya

Bukankah setiap orang selalu mencari pembenaran atas tindakan yang telah mereka lakukan?

Abaikan saja Sayang…

Aku akan melakukan hal yang sama…

Tak perlu saling meminta percaya

Kita sudah tau bukan harus berbuat apa? :)

 

 

 

 

 

 

 

 

Cerita Narraya

Sejak siang otakku menggeliat, menunggu dicekoki obat…

Semalam aku digoda Narraya

“Tidurlah, jika ingin menjadi yang pertama melihatku lebih lembut besok”, tawarnya

Ah, saban haripun aku bisa melihatnya, elakku

 

Semalaman aku berusaha tak memejamkan mata, menantang Narraya

Kelebatan suara Narraya simpang siur beradu dengan suara cicak

Aku menahan marah, nampaknya godaannya tak terelak

 

Aku semakin gegabah menahan berat mata,

Ujung-ujungnya tertidur dengan bantahan jiwa

 

Aku masih terkapar saat panggilan-Nya menyerang dinding sederhana “kotak” ini

Semakin terpenjara ego

Namun bayangan Narraya terus berputar tak terhenti sekalipun dalam mimpi

Aku mengelak lagi…

 

Sampai ketika dadaku sesak

Nafasku sengak

Mataku tak mampu terbelalak

Tanganku mencengkram kuat…

Sakit, ku pikir ini akhir…

 

Dan Narraya telah berhasil memainkan perannya…

Membuatku diam, dibunuh ribuan sesal…

 

Tentang Masa depan

Senja sudah beranjak lagi…

Aku masih bergumul melawan dan menahan sekerumunan orang yang tengah berkoar tentang masa depan

Sejenak aku jenuh, “Uh, itu masih lama dan terlalu jauh!”,  keluhku

Samar saja, tak terdengar

 

Aku memalingkan arah sejenak,

mengusap peluh yang menganak sungai

Meredam suara-suara yang kian memekak

Meengecam bosan yang terus mencekak

 

“Mbak…”, Sebuah sapaan hangat dan bersahabat mendarat di ujung telingaku

Hatiku penuh, mencoba menjadi utuh

 

Aku berusaha melempar senyum…

Ada semangat membara,

Kegelisahan mereda, kembali bergairah…

 

“Ah, ternyata masa depan itu kian dekat, tepat berada di depanku…”

Sudah saatnya aku memikirkannya… :)

 

 

Cerita Insomnia

Waktu menunjukkan tepat pukul 01.00 AM ketika aku mulai menuliskan curahan ini dilayar laptop bututku. Ya, insomnia lagi. Tubuh ini rasanya lelah sekali, tapi pikiran tak mau berhenti bekerja. 

 

Tugas Penilaian Pembelajaran Matematika yang kutelantarkan selama 2 minggu menuntut untuk segera diselesaikan malam ini, punggungku sudah terasa sakit, tapi gumpalan huruf ini semakin ruwet saja menunggu untuk segera dipisahkan dan dituangkan ke dalam powerpoint. Bukan kebiasaanku seperti ini, tapi jaringan internet sedang kacau seminggu terakhir, baru bisa dipakai selepas midnight yang semakin mengakrabkanku dengan malam dan hmmm insomnia. 

 

Jadi teringat kemarin, “seseorang” mengatakan bahwa mataku sudah mirip kantong belanjaan, hasil begadang tiap malam, Putri Tidur ini sedang Insomnia, :)

 

Migraine sejak sore tadi menyerang dengan ganas, tak kunjung sembuh bahkan sampai semalam ini, aku pun enggan menenggak obat untuk sekedar meringankannya. Biarlah, nikmati saja atau abaikan saja sakitnya. Toh, aku terbiasa menghadapi ribuan sakit yang melebihi ini, tak perlu cengeng, begitu kata hatiku.

 

Jenuh sekali rasanya, beberapa hal mengganggu suasana hati, dan sulit sekali mengungkapkannya. Kurang lebih 10 bulan aku tak menyentuh blog ini, ibarat rumah mungkin sudah lumutan, sekarang mulai membersihkannya lagi.

 

Akupun tidak mengerti apa yang ingin ku ungkapkan malam ini, hanya ingin sedikit melegakan sesak yang merajam dada. 

 

Beberapa waktu lalu terbesit keinginan menengok blog ini, dan melihat pembaruan dari beberapa blog teman, ceritanya beragam, dari cerita tentang pernikahan hingga kasus patah hati, hmmm… dan malam ini di blog berbeda dengan pemilik yang sama aku juga menemukan hal yang sama, tentang patah hati. 

 

Ah, entahlah… Sementara aku memulihkan keadaanku dengan cerita yang baru, ternyata masih ada yang terjebak dengan cerita lalu, singkat saja, ini tentangku, kalau menurut kesimpulanku, ini karena aku. Seperti orang egois aku menyembuhkan diriku, dengan orang-orang yang menyayangiku dan membiarkan orang lain berusaha menyembuhkan dirinya sendiri, lebih tepatnya sendirian. Ah, jahat nian diri ini.

 

Aku tidak ingin meralat apapun atau menjelaskan apapun, mungkin nantinya hanya akan terkesan mengada-ada atau sok kecantikan dan sok bijak, ya sudahlah bermain saja dengan persepsi kita masing-masing, keduanya sudah tidak saling berhubungan bukan?

 

Terimakasih atas apapun itu, aku jadi semakin berkaca lagi ke dalam diriku. Aku tak sepandai kau bermain kata, tak mampu menuangkan perasaan hatiku dengan lebih nyata.

 

Sudah saatnya aku melanjutkan tugas-tugasku, sampai disini sajalah, semakin banyak aku berkoar-koar, semakin lama tugasku selesai, semakin banyak pula galau yang tercipta. Terimakasih, selamat malam…

Terimakasih Yang Sederhana #2


Senja telah redup, membawa lari senyumku

Malam telah beranjak, merebut damaiku, menyisakan takut yang tak sederhana

Tak cuma malam ini, bahkan malam kemarin, mungkin juga malam besok, dan seterusnya

Kemarin aku menunggu pagi, bukan untuk cahaya, ataupun kehangatan

Tapi menunggu kabut menyelimuti hatiku, dan embun membekukannya

Hingga tak ada lagi yang berani menyentuh bahkan membuatnya luka

Kemarinnya lagi aku buru-buru mengusir malam, karena aku kegelapan…

Aku hanya mengenal mentari, yang kunikmati dengan hampa

Aku berpegang pada bulan, tapi ia mecampakkanku dalam gelap

Saat itu aku terjatuh, rasa sakitnya seperti akan membuatku mati

Tapi malam itu bintang jatuh dihadapanku, mengulurkan tangannya dalam cahaya yang tak pernah kusadari

Kecil saja, tapi ia tak pernah mebiarkan aku sendiri tersesat dalam gelap

Awalnya aku ragu, kemudian mencoba membiarkannya dalam diam

Perlahan aku mendekapnya, lebih erat dan tak ingin melepasnya

Banyak hal yang tak terungkap dalam kata, tapi percayalah akan cinta

Terimakasih untukmu yang telah bercahaya untukku, disana…