Cerita Narraya

Sejak siang otakku menggeliat, menunggu dicekoki obat…

Semalam aku digoda Narraya

“Tidurlah, jika ingin menjadi yang pertama melihatku lebih lembut besok”, tawarnya

Ah, saban haripun aku bisa melihatnya, elakku

 

Semalaman aku berusaha tak memejamkan mata, menantang Narraya

Kelebatan suara Narraya simpang siur beradu dengan suara cicak

Aku menahan marah, nampaknya godaannya tak terelak

 

Aku semakin gegabah menahan berat mata,

Ujung-ujungnya tertidur dengan bantahan jiwa

 

Aku masih terkapar saat panggilan-Nya menyerang dinding sederhana “kotak” ini

Semakin terpenjara ego

Namun bayangan Narraya terus berputar tak terhenti sekalipun dalam mimpi

Aku mengelak lagi…

 

Sampai ketika dadaku sesak

Nafasku sengak

Mataku tak mampu terbelalak

Tanganku mencengkram kuat…

Sakit, ku pikir ini akhir…

 

Dan Narraya telah berhasil memainkan perannya…

Membuatku diam, dibunuh ribuan sesal…

 

0 komentar:

Posting Komentar