Orang Miskin Dilarang Sekolah (Pendidikan Untuk Semua Part. 2)


Keadaan bangsa ini semakin hari semakin menyedihkan. Berbagai elemennya penuh dengan kebobrokan, dalam bidang ekonomi, keamanan, kesehatan, hukum, termasuk juga pendidikan. Pendidikan selalu menjadi topik hangat yang jika diperbincangkan tidak akan pernah ada habisnya. Ya, pendidikan negeri ini perlu banyak bermuhasabah diri.

Lagi-lagi saya akan memulainya dengan sebuah cerita pengalaman saya. Beberapa waktu lalu saya ditanyai oleh salah seorang Ibu kenalan saya, mengenai biaya masuk salah satu perguruan tinggi negeri di Banjarmasin tempat saya mengenyam pendidikan sekarang. Ketika saya mengatakan nominalnya beliau terkejut dan mempertimbangkan kembali apakah akan memasukkan anak beliau ke kampus saya atau tidak. Singkatnya, Ibu tersebut tidak jadi memasukkan anak beliau ke kampus saya dan memilih alternatif lain karena tidak memiliki biaya. Padahal saya tahu kemampuan anak Ibu tersebut sangat baik sepanjang masa sekolahnya.

Bukan rahasia, di negeri ini untuk mengecap pendidikan yang berkualitas kita harus merogoh kocek yang lebih banyak. Pendidikan yang berkualitas hanya akan dikecap oleh kalangan berduit, yang memiliki kemampuan secara finansial lebih diprioritaskan karena dianggap dapat memberikan keuntungan. Yang tidak mampu membayar lebih hanya akan mendapatkan pendidikan ‘pinggiran’ bahkan tidak dapat mengenyam sama sekali. Menakjubkan karena pendidikan masa kini lebih mirip dengan pasar.

Mungkin akan sedikit termaafkan jika dengan sejumlah nominal yang disetorkan sesuai dengan kualitas yang disajikan, pada kenyataannya kemana larinya recehan-recehan tersebut selalu menjadi pertanyaan. Pendidikan tidak lagi bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa namun justru menciptakan generasi-generasi ‘instan’ yang kurang berpengalaman, berakal culas dan berkepribadian rapuh. Sehingga bangsa ini dikelilingi oleh orang-orang malas yang ingin hidup berkelas tanpa harus bekerja keras yang menjadikan Negara ini surga buminya korupsi tanpa bisa diberantas.

Tanpa data statistik pun kita dapat melihat dalam dunia nyata bahwa tidak semua warga Negara di Indonesia ini mengenyam pendidikan seperti yang seharusnya. Yang kaya yang berjaya, yang miskin menderita, bersengat matahari mengais nafkah, untuk hidup saja susah apalagi untuk menebus ‘bangku’ sekolah. Intinya orang miskin tidak berkesempatan untuk sekolah. Komitmen bangsa ini mengenai ‘pendidikan adalah hak setiap warga Negara’ tampaknya perlu kita pertanyakan.

Pendidikan bukan sebuah kesalahan, yang melakukan kesalahan adalah oknum-oknum orang terdidik yang mengkomersilkan pendidikan.

Dimana akar dari semua ini? Bagaimana pemecahannya? Entahlah, coba kita tanya lagi kepada diri kita sendiri, bisa jadi tanpa sadar ternyata kita termasuk salah satu yang mengkomersilkannya. Tidak ada pilihan lain, pemenuhan hak pendidikan secara merata untuk setiap golongan adalah wujud jalan keluar dari keruwetan masalah ini, bukan hanya orang kaya, tetapi juga orang miskin berhak mendapatkannya.  



*Insomnia lagi
Kayu Tangi, 17 Juni 2013, 3.16 WITA






4 komentar:

Muhammad Suriyadi mengatakan...

mantaap naah.. :)
masuk metro banjar tulisan ikam yu..
haha.. :D

Luthfia Ayu Karina Rani mengatakan...

Hehe iya, ini tulisan yang ke 3 yang masuk dalam bulan ini, yang pertama masuk bulan Februari semalam :))

Edot Herjunot mengatakan...

Solusinya mungkin perubahan itu dimulai dari yang paling kecil, dari diri kita sendiri :))

Keren nih penulis handal..
Wiiiiih \^0^/

Luthfia Ayu Karina Rani mengatakan...

Yup, betul, dimulai dari diri sendiri tentunya, :)

Aamiin, terimakasih sudah berkunjung, :))

Posting Komentar