Hari Sabtu lalu saya mewakili
kedua orang tua saya menghadiri acara pengumuman, pengukuhan dan perpisahan
adik saya di sebuah SMP Islami Terpadu di Banjarbaru.
Lega memang, namun
sebenarnya masa-masa setelah kelulusan adalah masa penggalauan, baik setelah
lulus TK, SD, SMP maupun SMA. Namun biasanya yang terparah ketika berada pada
masa-masa setelah lulus SMP yang bingung akan melanjukan ke SMA mana, setelah
lulus SMA bingung akan kuliah memilih jurusan apa.
Seperti adik saya, Ayah
saya menginginkan adik saya melanjutkan ke SMA Islami Terpadu atau ke Madrasah
Aliyah, namun adik saya yang terampil dalam mengutak atik mesin dan sejenisnya
menginginkan melanjutkan ke SMK Otomotif. Kasus yang adik saya alami jelas
bukan satu-satunya, saya sering menemui kasus yang mirip bahkan sama. Lantas
bagaimana?
Saya dapat memahami bahwa
setiap orangtua pasti menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya, termasuk menyekolahkannya
di sekolah terbaik. Nah, definisi sekolah
yang terbaik untuk anak itu sendiri yang bagaimana? Apakah dengan memasukkannya
ke sekolah favorit bagaimanapun caranya, apakah memasukkannya ke sekolah yang
sesuai dengan keinginan orangtua walaupun tidak sesuai dengan keinginannya,
apakah memasukkannya ke sekolah yang memiliki jurusan yang mudah untuk
mendapatkan pekerjaan kelak atau justru measukkannya ke sekolah yang memang
benar-benar sesuai dengan bidang keahlian dan keinginannya?
Saya jelas akan memilih
definisi yang terakhir, sekolah yang terbaik untuk anak adalah sekolah yang
memang benar-benar sesuai dengan bidang keahlian dan keinginannya. Sekalipun
cinta akan datang karena terbiasa, belum tentu pepatah itu berlaku pada
pendidikan juga. Saya adalah saksi hidup betapa berusaha mencintai jurusan yang
bukan bidang saya adalah hal yang sulit, seperti berjalan dengan raga tapi
tanpa nyawa.
Adalah kewajiban orang
tua menjamin pendidikan anak, jangan sampai menuntut anak menuruti keinginan
orangtua dengan alasan bakti. Jangan menghitung apapun jasa dan biaya yang
sudah orangtua keluarkan untuk anak, jangan menuntut anak untuk membalas
semuanya dengan menuruti keinginan orangtua, sungguh itu bukan perbuatan bijak.
Segala yang sudah orangtua lakukan untuk anak biarlah menjadi urusan Tuhan, Dia
Yang Maha Kaya yang akan membalasnya.
Coba renungkan, jika anak
terus dituntut kewajibannya oleh orangtua, lalu dimana letak hak anak? Hak hidup,
hak menentukan pilihan dan mempertanggungjawabkannya sendiri. Jika orangtua
terus menuntut haknya dari anak, lalu bagaimana tanggungjawab kita sebagai
orangtua? Masa iya seumur hidup anak harus berdiri dan berjalan di atas kaki
kedua orangtuanya? Lalu kapan belajarnya? Kapan mandirinya? Kapan belajar tegas
dan bertanggungjawab atas dirinya? Karena tidak selamanya orangtua hidup, maka
berilah kesempatan untuk mereka, anak-anak kita untuk menjadi dirinya sendiri.
Ibarat sebuah toko,
orangtua hanya sebagai pemberi modal, yang menentukan jenis usaha apa yang akan
dilakukannya, bagaimana anak mendekorasi tempatnya dan bagaimana manajemen di
dalamnya adalah tanggung jawabnya, sebagai orangtua hanya memantau dan
mengarahkannya.
Dalam tulisan ini
sedikitpun saya tidak bermaksud mengajak atau mempengaruhi anak-anak untuk
membangkang kedua orangtuanya, tidak, sama sekali tidak. Saya adalah orang yang
taat terhadap kedua orangtua, namun dari situ juga saya banyak belajar bagaimana
harus bersikap, bertindak dan bertanggungjawab.
Justru disini saya
mengajak agar orangtua dan anak agar lebih bijak dalam berkomunikasi, saling
terbuka dan tidak saling memaksakan ketika memutuskan masa depan, terutama
urusan pendidikan.
Ketika anak memilih untuk
menuruti kemauan orangtua yang tidak sesuai dengan keinginannya dan kemudian
dia gagal, maka pesan saya dalam kondisi tersebut orangtua jangan sampai sedikitpun
memarahi atau menyalahkan anak atas kegagalannya, bukankah keputusan sudah
dibuat bersama? Dan untuk anak, ketika memutuskan untuk menuruti keinginan
orangtua yang tidak sesuai dengan keinginannya, maka saat gagal jangan
sekalipun menyalahkan orang lain atas kegagalan itu, adalah keputusannya
sendiri tidak memperjuangkan keingian, kegagalannya bukan tangggungjawab orang
lain, itu adalah tanggungjawab dirinya sendiri.
Pesan saya yang terakhir,
untuk anak, ketika diberi kepercayaan oleh orangtua jangan sampai
disalahgunakan, maka buktikan kamu memang berbakat, kamu memang pantas dan
serius dengan sekolah atau jurusan pilihanmu, buktikan dengan prestasimu agar
dapat lebih menumbuhkan keyakinan orangtua.
Tidak
dipungkiri pendidikan adalah salah satu jalan yang ditempuh untuk mendapatkan
pekerjaan, namun yang terpenting pendidikan adalah soal keahlian, ketika
keahlian berada dalam genggaman, maka pekerjaan akan datang bertandang. Selebihnya
dari semua itu adalah urusan Tuhan, setidaknya itulah yang selama 3 tahun saya
pelajari semasa SMA dulu dalam mata pelajaran Kepemimpinan Islam.
***
“Hidupku itu adalah
aku. Bukan kamu dan ragumu, jangan sama-samakanku. Biar ku berlari pakai hati. Tak
berhenti sampai mati, aku muda aku bisa” (Agnes Monica – Muda)
2 komentar:
Tulisannya keren abeeessss, sangat menginspirasi
Berbakat banget nyeritain kisah inspirasi.
Lanjutin ke Sastra ya? Gue dukung :')
Sam... Surpriseee banget elo muncul disini, trims ya? :)
Gue nggak bakalan berenti disini, gue janji, gue bakal lanjut, :))
Oya, gue udah balas email.
Posting Komentar