Semalam setelah dengan hanya kurang dari 40 menit aku sudah
berada di Bandara International Juanda Surabaya lagi, karena sudah kelelahan kami
tidak kemana-kemana lagi setelah itu, langsung menuju hotel yang berada di
daerah Pasar Besar yang sangat dekat dengan Tugu pahlawan dan hanya akan
beristirahat di Surabaya. Makan malam pun sudah dibagi masing-masing dalam box.
Oh BIG NO! Kembalikan aku ke Baliiiiii (--“) *masih gagal mupon*
Oya, semalam dari bandara guide cakep favorit kami, Mas Han
ternyata yang menjemput kami dengan bus pariwisata.Tapi bus yang datang agak
kecil dari bus yang membawa kami berkeliling Bali, bus ini nyaris nggak muat
mengangkut kami semua beserta koper yang sudah beranak pinak. Syukurnya di
belakang bus pariwisata kami Pak Thomas sudah menyiapkan satu mobil untuk
mengangkut barang-barang kami.
Setelah kemarin jadi anak gahool Bali, di Surabaya
kebalikannya, selama dua hari ke depan kami akan berwisata religi mengunjungi
makam-makam Wali Songo, diantaranya Makam Sunan Maulana Malik Ibrahim, Makam
Sunan Giri dan makam Sunan Ampel. Selain itu kami juga akan mengunjungi
jembatan Suramadu yang fenomenal menghubungkan Surabaya dan Madura, Kebun
Binatang Surabaya dan berwisata belanja ke pusat grosir di Surabaya.
Seperti biasa, semalam juga tidak tidur nyenyak, bangun
kepagian dan tiba-tiba aja nangis, entahlah… Mungkin karena bawaan syndrome haid
jadi agak emosi dan cengeng. Walaupun tidak mengurangi semangatku tapi memang
keliatan agak pucat, sampai ditanya Mas Han “Kamu sakit kah dek kok lemes gitu?”
hehe
Pagi-pagi aku dan yang lain sarapan bareng di restoran hotel,
barusan mood makan karena menunya nasi goreng. Di depan hotel sudah mulai
banyak penjual kaos khas Surabaya yang menjajakan dagangannya, lagi-lagi aku
kepikiran, di hotel-hotel Banjarmasin nggak ada yang beginian nih, nyari
oleh-oleh khas Banjarmasin juga ribet, nggak ada satu tempat khusus yang khas
menjual pernak-pernik berbau Banjarmasin, tokonya mencar-mencar, ada sih di
mall, tapi ya gitu, harga mall. Jadi ingat dulu ngajak teman-teman dari UNESA
waktu Mathematics Competition Revolution nyari oleh-oleh di dua toko seberang
Ramayana Lama, lumayan lengkap, tapi sekarang salah satunya udah tutup, entah
karena pindah atau memang tutup karena kurang pasar.
Selain mas-mas yang menjajakan kaos, di depan hotel juga ada
tukang roti, kuenya enak-enak, soalnya tadi pagi-pagi banget papap beli kue itu
karena sarapan belum siap. Ada juga tukang becak berjejer, salah satu tukang
becaknya tidur berselimut sarung sambil menunggu penumpang, hiks. Aku bersyukur
banget karena ayahku pagi-pagi pukul setengah 7 pagi begitu setap hari masih
berada di rumah, masih sempat sarapan bareng keluarga, nggak perlu kerja
panas-panasan, genjot becak sampai bungkuk, kalau malam ayah masih bisa shalat
berjamaah di mesjid, nonton tv bareng keluarga dan menghabiskan belasan juta
demi liburan sekeluarga, terimakasih banyak Tuhan untuk segala keberuntungan
ini, Kau hadiahkan kami seorang ayah seperti beliau ini, walaupun bawel. Dan Ya
Allah, sayangilah ayah-ayah di dunia semacam tukang becak ini, jika dia belum
sempat bahagia di dunia menikmati jerih payahnya, cukupkanlah dan bahagiakan
mereka di akhirat nanti, aamiin. Semoga banyak rezeki pak…
Selesai sarapan kami langsung menuju destinasi wisata religi kami
yang pertama, makam Sunan Maulana Malik Ibrahim. Disini sangat nyaman, karena
parkir bus tidak terlalu jauh. Mungkin karena tanggal merah jadi sangat banyak
orang yang datang berziarah. Sayangnya karena aku sedang haid akhirnya aku
mengurungkan niatku untuk masuk ke dalam daerah pemakaman. Aku kurang tahu
persis apakah boleh atau tidak untuk masuk ke dalam, namun karena Ibu Camat
melarang aku dan calon menantu beliau yang juga haid untuk masuk ke dalam, jadi
kami hanya melihat dari luar saja.
 |
Cuma bisa nunggu di luar sama calon menantunya Ibu Camat |
 |
Akunya Manaa?? |
 |
Emak & Ibu Camat
|
Tidak terlalu lama berada disana, kami pun langsung menuju ke
Makam Sunan Giri, kami tidak dapat menggunakan bus pariwisata untuk langsung
sampai ke lokasi, dari parkiran bus kami dapat memilih menggunakan delman
ataupun ojek. Menggunakan ojek dikenakan biaya 6 ribu untuk berboncengan
bertiga, dan menggunakan delman 5 ribu/orang, satu kali berangkat menggunakan delman
dapat mengangkut 3-4 orang. Kami memilih naik delman karena belum pernah
mengendarainya, Ibu baweel banget karena nggak tega liat kudanya, si Icha
excited banget, aku dan papap sibuk menenangkan Ibu, dan tentu saja si Yoga
yang paling cool nyantai banget duduk di
depan. Btw, kudanya bau :3
Masuk ke area makam Sunan Giri kami harus menaiki tangga yang
cukup tinggi, seperti naik ke Borobudur, tapi bedanya tangganya besar dan cukup
nyaman untuk dinaiki. Seperti layaknya tempat wisata religi lainnya banyak
pengemis yang menyambut kedatangan kami, ah sedih ah.
Lagi-lagi aku cuma bisa sampai depan makam, tidak bisa masuk
lebih dalam. Nggak enak ah, kan makam suci, jadi gimana gitu mau ngeyel masuk.
Aku dan Selly duduk-duduk di bawah pohon di depan gerbang komplek makam, ada
banyak sekali makam, namun disana tidak boleh memotret. Namun dari informasi
yang kudapat dari Ibu, makam Sunan Giri terletak di dalam ruangan berdinding batu,
agak gelap dan pengap. Aku makin penasaran, aku selalu berhalusinasi bagaimana
kehidupan di zaman lampau setiap mengunjungi tempat-tempat bersejarah.
Turun tangga terasa lebih mudah, dan marketing di tempat ini
keren, pintu keluar dibuat memutar melewati areal tempat kios-kios yang menjual
berbagai pernak-pernik. Aku kepikiran lagi, kayaknya kalau naiknya pakai eskalator
enak kali ya? Aku membayangkan bagaimana jika ada orang yang berkursi roda atau
orang yang lanjut usia yang ingin berziarah jika harus menaiki tangga yang
begitu tinggi dan banyak.
Kembali ke parkiran bus kami lebih memilih naik ojek, karena
lebih cepat dan nggak perlu bikin ibu histeris lagi karena kasihan sama kuda :D
Di parkiran bus kami masih harus menunggu anggota rombongan
yang lain terkumpul. Di tempat kami bediri ada orang berjualan buku tentang
wali songo, aku sering sekali membaca ceritanya sewaktu kecil, sangat beda
dengan dua adikku yang hidup di zaman kekinian, lebih banyak main gadget
ketimbang baca buku. Aku menyarankan kepada si kecil Icha untuk membeli satu
buku tentang wali songo, bukunya lumayan bagus untuk anak kecil karena berwarna
dan harganya cuma 10ribu, zaman aku kecil nih ya susah mau beli buku harga 500
perak aja mesti nunggu weekend dulu baru dibelikan papap 2 biji, akhinya Icha
mau membeli satu dan aku harap juga mau membacanya agar mengerti bagaimana
sejarah perkembangan Islam di pulau jawa, biar nggak akrab sama sejarah Jodha
Akbar aja :D
Kalau Icha orangnya gampang penasaran, beda dengan Yoga,
adikku yang satu itu tukang makan, apapun yang masuk ke perutnya dijamin tidak
akan bertahan lama, dia membeli Pop Mie dan Brem, ada juga yang menjajakan
Wingko Babat, aku sering khawatir membeli makanan di tempat-tempat seperti ini,
karena takut expired, syukurnya aku segera melihat tanggal expirednya yang
masih lama.
Kemudian kami melanjutkan perjalanan ke Makam Sunan Ampel.
Sama seperti waktu di makam Sunan Giri, parkiran bus dan lokasi lumayan jauh,
dari parkiran bus menuju makam Sunan Ampel kami harus menyebrang jalan raya dan
berjalan lumayan lah bikin keringatan apalagi cuaca Surabaya yang terik. Sesampainya
di area makam aku menunggu di luar karena rombongan menunaikan shalat zuhur,
aku juga tidak bisa masuk ke area makam seperti pada makam-makam sunan
sebelumnya.
Aku sangat tidak nyaman karena kakiku lecet kena sepatu,
namun rasa sakitnya kualihkan dengan mencermati setiap benda-benda yang dijual
di setiap kios yang berada di sepanjang jalan komplek makam Sunan Ampel menuju
kembali ke parkiran bus. Murah-murah bangeet, mukena kain parasut dijual dengan
harga 18ribu, batik-batik pria dengan kualitas lumayan dijual dengan harga
25ribu, tidak ketinggalan juga kaos-kaos, makanan, ada juga mainan masak-masakan
anak-anak seperti wajan, panci, sampai timbangan mini, Icha membeli satu
timbangan mini, ya ampun lucu banget. Aku dan Ibuku mampir sebentar membeli batik,
dompet bertulisan Sunan Ampel cantik hanya 10ribu, dodol garut yang lebih murah
ketimbang di Bandung dulu dan oleh-oleh lain untuk keluarga. Karena sudah tidak
tahan kaki lecet, aku membeli sandal jepit murah seharga 15ribu dengan model
yang lumayan oke, akhirnya bisa berjalan dengan lega.
Setelah puas berkeliling berwisata religi, hari sudah sore
ketika kami sampai di parkiran Jembatan Merah Plaza (JMP) yang katanya pusat
grosir dan murah. Beberapa anggota rombongan tidak ikut masuk karena kelelahan
dan mungkin kurang tertarik. Tapi karena aku pensaran aku masuk dengan kedua
adikku. Ternyata di dalamnya mirip mall, lumayan murah walau nggak murah-murah
banget, barangnya ya pasaran, banyak yang sama, namanya juga pusat grosir. Cuma
keliling-keliling dan nggak beli apa-apa, yang ada malah Icha minta gendong kembali
ke parkiran. Kakak encok dek!
Setelah makan malam kami kembali lebih cepat ke hotel,
kebetulah hari itu gerhana bulan, jadi hari gelap lebih cepat dari biasanya.
Awalnya rencananya, malam aku mau keluar menikmati malam terakhir di kota
Surabaya sama Mas Han dan Yoga, tapi sepertinya aku dah nggak kuat karena masuk
angin berat, punggungku sakit, pusing, dan penglihatan berputar-putar, akhirnya
aku menyerah aku hanya menghabiskan malam dengan menulis catatan perjalanan ini
dan tepar di tempat tidur. Sayangnya perjalanan hari ini tidak terlalu banyak foto.
Oya, aku baru ingat, ada yang berbeda dari perjalanan ini
adalah aku berangkat dalam keadaan sudah menyandang status sarjana pendidikan J)
*Hotel Pasar Besar
Surabaya, 4 April 2015
Waktu sakit