Pindah Rumah

Tidak terasa sudah masuk awal Agustus aja. Itu artinya sudah nyaris tiga tahun aku jadi salah satu penghuni kos ini.

Kurang lebih tiga tahun lalu, waktu awal-awal aku jadi mahasiswa baru, kakak sepupuku yang juga senior di kampus mengajak dan mengenalkanku pada kos ini. Lega karena artinya aku tidak perlu mondar mandir mencari kos lagi seperti layaknya mahasiswa baru lainnya. Maklum, musim awal masuk kuliah seperti ini kosan menjadi hal yang paling populer dan langka untuk dicari.

Kos ini tidak seperti kos lainnya. Tidak ada papan nama atau pengenal lainnya yang terpampang, hanya saja kami lebih sering menyebut dengan kos dodol Ibu Dewi.


Desain bangunan kos ini unik. Terdiri dari dua tingkat yang terdiri masing-masing hanya 4 kamar ditiap tingkatnya, aku menempati salah satu kamar di lantai bawah. Tidak seperti rumah kebanyakan, ketika pertama kali memasuki kos ini tentu orang akan terkejut, karena akan langsung disambut oleh dapur dan kamar mandi, baru kemudian akan tampak 4 buah kamar yang saling berhadapan dan satu buah televisi 14” milik bersama bertengger di lorong kamar. Tidak ada ruang tamu di kos ini, jadi memang di desain tidak ada tempat untuk tamu pria di kos ini, tamu pria hanya boleh di luar. Biayanya pun lumayan, 310 ribu setiap bulannya sudah termasuk listrik dan air sepuasnya, boleh dibayar per tiap bulan atau per tiga bulan.

Keadaannya cukup ideal dan kondusif, karena dengan jumlah kamar yang sedikit dan hanya ditempati oleh satu atau dua orang tiap kamar. Tidak sulit untuk menyesuaikan diri atau saling menerima keadaan serta kebiasaan masing-masing penghuni kos yang beragam. Lokasinya juga termasuk yang paling dekat dengan kampus. Buktinya selama tiga tahun ini aku betah jalan kaki ke kampus.

Nyaman. Itu kesan pertama ketika menempati kos ini. Keberuntunganku karena aku juga mendapatkan kamar yang pemilik sebelumnya juga menyukai warna hijau. Di dindingnya ada tempelan kodok-kodok warna hijau.

Selama tiga tahun juga kos ini menjadi saksi hidup segala peristiwa, tangis sedih, gurau canda, bahagia, kelelahan, kesibukan dan kebahagiaan yang silih berganti menyambangi kehidupanku sebagai mahasiswa. Segala karya, upaya, kreatifitas, pemikiran dan pemecahan masalah terbentuk disini. Segala sesuatunya sudah menjadi kebiasaan dan menjadi sebuah bagian dari kehidupan.
Walau kadang kebosanan sering kali datang. Ketika sudah tidak mampu toleransi terhadap kebiasaan buruk salah satu penghuni kos, terkadang juga kekesalan terhadap kucing-kucing ibu kos, kekepoan tetangga kos, toh nyatanya aku masih bertahan.

Namun demikian, aku menyadari, keadaan jalanan gang tempat kos ini semakin hari semakin tidak sehat. Apalagi kalau musim hujan, selain karena terletak di rawa dan banyak nyamuknya, juga karena begitu banyak kucing di gang ini, kotor, tidak terawat dan penuh luka juga suka pup sembarangan. Setiap aku harus berangkat kuliah pagi aku harus siap menahan nafas dan tidak menoleh kiri kanan, sebab bau kotoran kucing dan kotoran kucing itu sendiri bertebaran di sepanjang jalanan gang yang sempit ini.

Selain itu juga karena perjalanan karir juga mulai meninggi, kunjungan beberapa rekan kerja lawan jenis sulit untuk ditolak jika harus ada pekerjaan yang diselesaikan bersama, aku butuh tempat yang dapat menerima tamu dengan tenang. Sering merasa tidak enak membiarkan tamu di luar tanpa kursi, berkutat dengan debu, gelap dan nyamuk yang menghadang. Sementara di kos ini perubahan demi perubahan yang diharapkan tidak juga kunjung datang.

Sudah sekitar satu bulan ini aku mondar mandir mencari rumah kontrakan yang cocok dengan harga terjangkau sebagai tempat tinggal yang baru. Mencarinya tidak semudah yang kubayangkan, tak ubahnya seperti mencari jodoh. Ada yang cocok tapi udah keduluan orang, ada yang sesuai sama kriteria tapi kitanya yang ngerasa nggak ada kecocokan, rumit.

Satu bulan lagi. Awal September nanti aku sudah harus pindah ke rumah kontrakan yang baru. Disana aku akan tinggal berdua dengan sepupuku yang jadi mahasiswa baru.  

Ya, aku akan segera meninggalkan kos ini, segala kebiasaan dan semua tentang kos ini. Sedihkah aku? Jelas. Tapi memang sudah tidak ada yang dapat kupertimbangkan lagi untuk tetap bertahan disini. Kamar ini sudah terlalu sempit bahkan untuk kutempati dan untuk barang-barangku sendiri, apalagi untuk ditempati berdua dan agak sulit ketika keluarga besar kami akan menginap.Lokasi parkiran juga semakin menyempit. Pepatah mengatakan jika kau tidak menyukai tempatnya maka sukailah orangnya, dan orang yang membuatku betah di kos ini, sementara satu per satu sahabatku sudah dan akan segera wisuda lalu kemudian juga akan meninggalkan kos bahkan kota ini.

Benar seperti kata Raditya Dika, pindah rumah itu seperti pindah hati. Kita harus membiasakan diri dan beradaptasi dengan segala sesuatu yang baru. Belum lagi keyakinan itu tidak sepenuhnya muncul, keragu-raguan apakah bisa cocok dengan yang baru atau tidak jelas akan hadir. Atau ketakutan apakah tempat yang baru akan jauh lebih nyaman dari tempat yang lama. Bagaimana kita memulai kebiasaan baru di tempat yang baru. Juga karena aku tidak lagi tinggal sendiri dan mengurus diri sendiri. Ada tanggung jawab atas diri sepupuku, bagaimana menyesuaikan jadwal antar jemput sepupu dengan jadwal kuliahku sendiri.

Entahlah… Agaknya menyenangkan juga membayangkan akan segera memiliki rumah sendiri. Setidaknya keluarga besar tidak perlu canggung ketika datang berombongan berkunjung ke kota ini. Hitung-hitung juga latihan jadi ibu rumah tangga mengurus diri sendiri, anak dan rumah sendiri. Semoga dipermudah segala sesuatunya, aamiin. J


*Kayu Tangi, 1 Agustus 2013
1.55 AM


2 komentar:

Zulfikar mengatakan...

amiiin

Im mengatakan...

eaa, calon ibu

Posting Komentar