Catatan Perjalanan Dari Bali 2nd Day; Menjadi Minoritas di Negeri Sendiri

Kebiasaan buruk setiap tidur pindah kota adalah selalu bangun kepagian, pukul 4 pagi! Padahal badan rasanya masih lumayan remuk sisa perjalanan kemarin. Walaupun bangun kepagian tetap aja mandinya kesiangan, kemarin aja dari Banjarmasin berangkat ke Bali tanpa mandi pagi. Maafkan adiks bang, memang adiks ini travellingannya ala koper Ibu-Ibu PNS, tapi jiwa adiks tetaplah traveler gembel, buktinya adiks jarang mandi dan kere, muehehehe

Aku sudah on fire dandan rapi dan tentunya mandi untuk melanjutkan penjelajahan hari ini sebelum menuju Surabaya. Rencananya hari ini kami akan ke Tanah Lot, Bedugul dan wisata belanja ke Joger.

Betewe hari ini hari Jum’at dan tanggal merah karena umat kristiani sedang memperingati hari Paskah. Kebetulan menurut masyarakat Bali hari ini sedang hari baik, artinya juga akan ada perayaan bulan purnama atau ulang tahun banyak Pura di Bali. Hari yang amazing, karena hari Jum’at juga merupakan hari besar umat muslim.

Di Bali memang sangat mempercayai hari-hari baik, dalam melakukan apapun mereka harus menyesuaikan dengan hari baik, seperti hari baik untuk pernikahan, hari baik untuk pemakaman, hari baik untuk ngaben, dan sebagainya. Maka tak heran ketika ada hari baik akan ada banyak pernikahan atau pemakaman, seperti musiman.

Bli Ketut juga menceritakan bahwa ketika ada orang yang meninggal di Bali, untuk melakukan pemakaman atau ngaben harus menunggu hari baik. Sehingga selama menunggu hari baik datang, maka  jenazah akan di semayamkan di rumah duka dan masyarakat bergantian untuk berjaga malam. Selain itu, kata Bli Ketut di Bali kematian tidak boleh ditangisi, sebab kematian merupakan kebahagiaan di Bali karena artinya yang telah meninggal sudah menyelesaikan reinkarnasinya di dunia. Masyarakat Bali percaya bahwa makhluk yang selama hidupnya berbuat buruk akan bereinkarnasi menjadi wujud makhluk yang lebih rendah dari pada dirinya yang sebelumnya.
Sesampai di destinasi kami yang pertama yaitu Tanah Lot, kami dapat melihat dua buah Pura yang berada di atas bongkahan batu atau tebing yang tinggi di pinggir laut. Tidak terlalu sulit untuk mencapai kesana, hanya saja kami perlu berjalan beberapa ratus meter dari parkiran bus. Di kiri kanan jalan banyak pusat perbelanjaan yang bikin mata melek.

Saat kami datang petugas sedang mengumumkan lewat pengeras suara agar kami berhati-hati karena saat itu air sedang pasang tinggi, aku hanya sampai pinggirannya saja walaupun nyali jahilku sangat ingin agak ke tengah, tapi karena bareng emak yang parnoan, akhinya aku mengurungkan niatku dari pada diomelin emak. Akhirnya aku cuma menikmati pemandangan dan foto-foto dari atas.



Air Sedang Pasang

Nggak Dibolehin Emak Jauh-Jauh

Beruntung karena hari itu akan ada upacara pemujaan dewa-dewa penjaga laut di Pura Tanah Lot, artinya aku akan menyaksikan secara langsung bagaimana suasana sakralnya yang katanya hanya dilaksanakan setiap 210 hari sekali. Beberapa saat kemudian mulai banyak orang bepakaian putih berdatangan, pengunjung yang berada di bawah dimohon untuk naik karena pembatas akan di pasang ketika upacara adat akan di mulai. Mendengar musik khas bali di bunyikan aku penasaran untuk menyaksikannya dari dekat. Jangankan bule-bule asing, aku yang orang dalam negeri sendiri saja terkagum-kagum menyaksikan orang-orang yang datang dari balita, remaja  sampai orang dewasa mengenakan pakaian putih, sarung khas bali, yang wanita rambut digulung rapi dan membawa berbagai sesajen yang sangat banyak jumlahnya. Kata Bli Ketut sesajen yang mereka bawa detailnya bisa sampai ribuan dengan berbagai macam makna yang terkandung, sekali perasaan besar begitu bisa menghabiskan dana hingga 1,5 M. Wow, untuk beribadah mereka sangat total! Aku saja terkadang untuk membeli mukena harus menawar dulu harganya, malu! Maafkan aku ya Allah! Karena pintu masuk sangat padat, aku memutar lewat samping agar bisa kembali ke parkiran bus. Dan tentunya sebelum kembali ke parkiran wajib belanja dulu dengan uang seadanya :P

Salah Satu Tempat yang diberi Sesajen

Persiapan Upacara

Mulai Banyak Yang Berdatangan

Prosesi Upacara Dimulai
Kami melanjutkan perjalanan ke Bedugul, karena merupakan salah satu wisata daerah pegunungan jalanan menuju kesana mengerikan karena dataran tinggi yang berbelok-belok, aku sampai menutup  mata karena takut melihat bus yang menukik di tikungan tajam, sebelumnya  kami singgah untuk makan siang tak jauh dari Bedugul.  Aku sangat tidak nyaman karena hari itu aku mendadak haid, kepalaku pusing, perut kram dan kaki pegel-pegel. Lagi-lagi aku tidak mood makan, tapi anggur hitam yang dijual tak jauh dari restoran membuatku sedikit berselera, hanya 7ribu setengah kilo, imut kecil-kecil, segar pula.

Memasuki daerah objek wisata yang katanya berada di ketinggian sekitar 1.239 meter di atas permukaan laut ini terasa sangat sejuk, indah sekali melihat danau sejauh mata memandang. Daerah ini merupakan daerah yang dihuni warga Bali atau pendatang yang beragama Islam. Rumah makan disini pun berlabel, seperti Rumah makan Muslim Hj. Marfu’ah yang aku lewati. Dan aku jadi kepikiran omongan Kak Sandy, makanan yang kami makan sebelumnya disembelih dengan benar nggak ya? *hayooolooohhh

Di daerah ini pula kata Bli Ketut ada fenomena ajaib kol bebuah jagung, dan kami semua yang sudah sangat excited berhasil dipermainkan beliau, ternyata hanya sebuah patung atau monumen yang menandakan bahwa di daerah itu terkenal dengan kol dan jagungnya :D

Sewaktu kami sampai ke Bedugul, jalanan agak sedikit macet karena di sebelah kiri jalan ada sebuah mesjid dan umat muslim baru saja menyelesaikan shalat Jum’at, OMG aku baru sadar kalau selama dua hari di Bali ini pertama kalinya aku melihat mesjid, dan selama 2 hari pula rombongan harus melakukan shalat Qashar ataupun Jamak. Baru berasa guys sepanjang hidup menjadi minoritas di negara sediri, menjadi muslim di tengah mayoritas Hindu, menjadi Banjar setengah Jawa yang terdampar di Bali, hal-hal seperti inilah yang menjadikan hidup lebih toleransi di negara yang serba heterogen ini.

Sepanjang jalan menuju lokasi wisata yang akan kami kunjungi Bli Ketut yang super semangat ini bercerita banyak tentang kebudayaan Bali, seperti tentang macam-macam tipe desa adat, tentang macam-macam sekte agama Hindu yang pernah ada di masyarakat Bali, salah satu yang paling kuingat adalah ketika Bli Ketut mengatakan bahwa masyarakat Bali sangat terikat dengan hukum adat ketimbang hukum yang berlaku di Indonesia dan hukum-hukum lainnya. Misal seperti surga dan neraka, nah itu kan belum real, karena kita manusia belum pernah ada yang mencicipinya langsung, kalau hukum Indonesia yaa you know laah gimana, tapi kalau hukum adat masyarakat Bali sangat detail dan hukumannya real, contohnya saja ketika menebang pohon tanpa seizin tetua adat, bersiaplah karena hukum adat akan segera dilaksanakan.  Tiba-tiba “hukuman yang real” bercetak tebal dalam kepalaku. *Mikir keras*

Bedugul dan Tanah Lot hampir mirip karena merupakan Pura, bedanya Bedugul berada di pinggir danau. Aku sempat kehujanan ketika baru beberapa menit sampai, karena memang daerah ini berhawa dingin, sering berkabut dan merupakan daerah rawan hujan.  Datang ke Bedugul seperti mendapatkan tripel combo, karena selain pemandangannya yang indah, datang ke bedugul kita juga dapat sekaligus menikmati Danau Beratan, Pura Ulun Danu, dan katanya juga ada Kebun Raya Eka Bali, namun sayangnya karena waktu yang terbatas, aku belum sempat menjelajahi semuanya.




Masih di Daerah Pintu Masuk

Part. Lengkap Kingdom Luthfi


Sosweeet

Masih Mendung

Akhirnya aku berada di tempat yang cuma bisa aku lihat di uang kertas lima puluh ribu!

Tidak ada puasnya berada disini, masih ingin lebih lama lagi, tapi karena rempong bareng rombongan akhirnya cuma berjanji dalam hati sendiri akan lebih rajin nabung dan liburan ke Bali sepuasnya. Setelah itu kami langsung menuju ke Bandara International I Gusti Ngurah Rai untuk menuju ke Surabaya, Jarak dari Bedugul ke bandara sekitar 70 Km atau dapat ditempuh dengan kurang lebih 2,5 jam.  Namun seperti rencana semula kami akan mampir dulu di Joger.


Siapa yang tidak kenal Joger? Pusat perbelanjaan untuk anak muda dengan pernak pernik dengan berbagai tulisan lucu, sayangnya tidak ada yang menarik hatiku disitu, cuma mengantar ibu dan adik-adik belanja saja.

Sesampainya di Joger aku mengalami mabuk darat berat, akrena memang kondisi yang kurang fit karena sedang haid hari pertama, sampai di Joger bukannya masuk, aku malah lari ke toilet, muntah!
Saking mabuk beratnya tidak sempat foto-foto, Cuma fokus makan pop mie dan jus alpukat doang :’D

Berat rasanya melangkahkan kaki ke Bandara I Gusti Ngurah Rai, aku belum puas! Aku belum menikmati suasana jalanan Bali ketika malam hari, belum puas ini, belum puas itu. Andai mungkin lebih lama lagi, tapi sayangnya tidak karena bersama rombongan ini.

Bandara I Gusti Ngurah Rai
Aku sendiri lebih sering melakukan perjalanan bersama keluarga ket
imbang sendirian atau dengan teman-teman, alasannya jelas karena tabungan yang selalu bobol dan zaman jadi mahasiswa FKIP dispiplin dan sibuknya luar biasa. Namun pengalaman liburan bersama rombongan begini mengajarkanku untuk lebih getol menabung agar bisa puas liburan sendirian atau bersama teman-teman, karena apa? Liburan bareng ibu-ibu PNS rempong cyiiin, capek dikit ngambek bawaannya, dan berisik banget kalo urusan belanja. Selain itu, travelling menggunakan travel kurang puas, karena waktu terbatas untuk menikmati setiap jengkal tempat yang dikunjungi. oh God, I really love Bali, someday I will be back there, yeaah! I promise!

*Pamer foto selfie dolooo
  





Pliss jangan tanya ini bukan pacar baru, tapi sodara (--")


*ditulis saat menuju penerbangan ke Surabaya, 3 April 2015

di selesaikan di Simpang Gusti, 14 April 2015

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Halo, saya tertarik dengan isi tulisan blognya. Boleh minta alamat emailnya? Ada beberapa yang ingin saya ketahui dan tanyakan. Ini kontak saya, partnership@pikavia.com . Makasiih :)

Posting Komentar