Jawaban Tuhan; Perihal Takdir

Rasanya sangat egois jika kali ini aku tidak turut berbahagia atas datangnya kabar ini, tapi terlalu munafik juga jika tidak mengakui bahwa aku agak sedikit entah haru atau bersedih karenanya. Cukup lama tiada saling berbagi kabar berita, tanah pijakan pun sama jauhnya, kali ini kabar itu datang tengah malam, bersama sepotong pesan pendek bertajuk undangan pernikahan dari sebuh nomor tak bernama.

“Tanggal 3 bulan 5 aa’ menikah Ay”

Aku masih setengah tidur waktu pesan itu masuk ke kotak masu hape bututku, kukira pesan itu masih merupakan bagian dari penggalan mimpiku semalam, ternyata tidak, memang benar dia mengabarkan pernikahannya.

Akhirnya hari itu datang. Hari dimana Tuhan memberikan jawaban atas segala pertanyaan perihal takdir yang telah lama ditunggu-tunggu selama bertahun-tahun tentang apa, bagaimana, dimana dan siapa yang akan menikah terlebih dahulu di antara dua orang yang pernah saling mengubur cinta karena pertentangan orang tua.

Tinggal bertetangga lama, berkawan sejak kanak-kanak, memadu cinta saat belia hingga menjadi sahabat saja menjadi pilihan yang paling tepat, mendewasa bersama, saling pasrah hingga berputus asa demi menjaga perasaan dari banyak nama.

Antara bahagia bercampur sedih, sebentar lagi aku akan melepas salah seorang sahabat paling karib dalam hidup. Walau tak melulu saling bertemu, tapi setiap waktu bertemu menjadi canda yang candu. Kenangan berputar timbul tenggelam dalam ingatan, ketika sama-sama tak ada uang namun  masih menyempatkan makan bersama, memakai baju yang sama, bernyanyi bersama dengan alunan gitar tua, membicarakan kekonyolan-kekonyolan masa muda, menertawakan harapan yang fana, membicarakan orang-orang tercinta setelah kita, dan lain sebagainya. Rasa kehilangan yang datang pada saat yang sebenarnya tidak kehilangan.

Berdebar keras dadaku memacu roda duaku menuju tempat hari besarmu, tidak ada kemampuan mataku bersitatap dengan ragamu, perlahan kedua bola mataku mengabut, berat seperti dirundung mendung yang nyaris mendatangkan hujan.

Hari ini aku berjalan disisimu lagi, tapi bukan sebagai pendampingmu. Hari ini tunai sudah tugasku, sebagai seorang adik, sebagai seorang sahabat, juga sebagai sang mantan.  Aku payungi kau yang mengenakan pakaian pengantinmu menggunakan tanganku sendiri, tak peduli dipandangi takjub sekaligus iba oleh orang-orang yang tahu cerita kita. Sebab ini bukan payung hitam penuh kesedihan, tapi dengan payung indah berwarna pelangi yang kumantrai dengan doa-doa dan pengharapanku untuk kebahagiaanmu. Hari ini lunas sudah segala janjiku pada diriku sendiri, aku antarkan kau tepat sampai di depan pelaminanmu menemui pengantin wanita yang terpantas telah kau pilih sebagai belahan jiwa.

Selamat menempuh hidup baru a'...

*Ssssttt... Nanti gantian, payungilah pengantin lelakiku nanti sampai ke hadapanku di pelaminan :)))"


0 komentar:

Posting Komentar