Catatan Perjalanan Dari Bali First Day; Love at First Sight

Ini adalah kali pertama aku pergi  ke Bali, akhirnya aku menginjakkan kakiku di pulau yang keindahannya hanya sering mampir di telinga dan menyapaku lewat gambar atau tulisan selama ini. Rencananya aku akan melakukan perjalanan ke Bali dan Surabaya dalam rangka family day yang rutin dilaksanakan setiap tahun oleh keluarga besar kantor Kecamatan Haruai tempat papap bekerja. Seperti pada tahun-tahun sebelumnya, aku berangkat bersama rombongan menggunakan jasa Trans Borneo Travel, travel langganan kantor yang oke punya. Aku akan menghabiskan satu seperempat hari untuk berkeliling dan menginap semalaman di Bali, kemudian 2 hari berikutnya aku akan berada di Surabaya.

Aku masih sempoyongan ketika sampai di bandara International Juanda Surabaya untuk transit sebelum melanjutkan penerbangan ke Denpasar, selain diserang maag akibat perut yang keroncongan belum sempat sarapan karena penerbangan pertama yang pagi banget, di tambah lagi jet lag dan terdampar di bandara Juanda akibat pesawat yang delay lebih lama satu jam dari yang seharusnya. Syukurnya sweater bekal dari pacar yang melilit di leherku cukup menolong mengurangi pegel di leher karena masuk angin.



Salah satu sudut cantik Bandara International Juanda Surabaya


Tedampar bareng karena pesawat delay


Kurang lebih setengah jam pesawat yang mengantarkanku ke pulau dewata mengawang-awang di udara, beruntungnya cuaca sedang sangat baik untuk melakukan penerbangan, jadi tidak terlalu memacu adrenalin, yap ini rahasianya; aku fobia ketinggian, jantungku berdegup cepat saat mataku sudah tidak menangkap daratan, oke fine aku alay, tapi itu kenyataannya!



Otewe Denpasar Bali


Kedatanganku di bandara International I Gusti Ngurah Rai Denpasar Bali disambut panas yang sangat menyengat, aku memayungkan sweater yang melilit di leherku, sweater yang sangat serbaguna. Panas yang lebih menyengat dari panas Banjarmasin yang sering aku keluhkan, wajar saja kalau ternyata bule-bule asing itu gemar berpakaian mini disini, aku saja rasanya pengen dasteran aja biar sejuk, sayangnya tidak mungkin. Pemadangan pertama; bule, kedua; bule, seterusnya bule! Bule dimana-dimana! Aku berasa sedang berada di negara asing!



Memasuki pintu bandara kami disambut musik khas bali, Icha adikku yang masih kelas 5 SD terkagum-kagum menyaksikan, aku sampai berkhayal seandainya bisa disambut dengan musik panting di bandara mini milik kami di Banjarbaru, yang entahlah itu.

Adem banget nyamperin kuping



Saking jet lagnya aku sampai salah mengantri untuk mengambil bagasi, karena koperku tidak ada pita kuning tanda rombongan, tadi subuh aku terlambat memasukkan bagasi di bandara Syamsudinnoor.
Lucunya malah kami baru sadar kalau ternyata Pak Thomas sang empunya travel yang kebetulan hari itu mengguide sendiri rombongan kami malah ketinggalan pesawat di bandara Juanda Surabaya, dan kami seperti anak hilang satu rombongan, untungnya tidak perlu menunggu terlalu lama bus pariwisata lengkap dengan Bli Ketut, guide yang akan menemani kami selama di Bali sudah menanti kami di depan Bandara.


Sejak dari bandara Syamsudinnor aku bertanya-tanya kemana mas-mas kecil imut guide langganan yang mengantar rombongan kami biasanya kok nggak keliatan, biasanya dia yang paling sibuk ngurus ini itu dari hal kecil sampai hal-hal besar. Mas Handoko, guide imut yang cekatan banget. Kemaren mbak Novi sempet bilang  Mas Han yang bakalan ngurusin rombongan ini sampai ke Surabaya. Kupikir Mas Han batal ikut, padahal kangen uey.


Karena penerbangan yang delay, akhirnya dua agenda kami di cancel karena sampai sudah terlalu siang di Bali, padahal itu adalah destinasi yang paling aku tunggu, pantai Pandawa dan Tanjung Benua yang sedang ramai ditolak reklamasi berkedok revitalisasinya. 


Dari bandara kami langsung menuju tempat makan siang di Hawaii Bali menggunakan bus pariwisata, selama perjalanan guide kami Bli Ketut bercerita banyak ini itu tentang Bali diselingi candaan yang garing namun cukup menghibur, tidak membosankan, guide yang cerdas, beda banget dengan guide kami waktu di Jakarta tahun lalu.

Lagi Parkir Depan Hawaii

Aku excited banget melongok ke kiri dan ke kanan dari jendela bus, aku mencatat dengan baik dalam ingatanku apa yang disampaikan Bli Ketut. Memang benar, mungkin pantai-pantai dan pariwisata di Bali sama saja dengan pariwisata di kota-kota lain, hanya saja di kota-kota lain tidak difasilitasi dan dikelola sebaik di Bali, sebab Bali bukan pulau yang mandiri, Bali tidak memiliki tambang batu bara, kelapa sawit, batu akik, listrik saja Bali mendapat pasokan dari pulau Jawa, oleh karena itu lebih dari 50% perekonomian Bali bergantung pada pariwisatanya. Tidak ada pula gedung tinggi di Bali, lalu mengapa Bali istimewa? Karena menginjak tanah Bali terasa sangat sakral, adat istiadatnya masih terasa sangat kental. Hal ini terlihat jelas dari setiap bangunan yang tingginya tidak melebihi pohon kelapa, setiap bangunan yang memiliki ciri khas pura di Bali, guide yang menggunakan sarung dan ikat kepala Bali, walaupun begitu banyak orang asing yang datang ke Bali namun kebudayaan mereka tetap kuat. Ah, aku akui aku iri, tanah kelahiranku sendiri sudah terlalu modern dan kekinian hingga hanya beberapa peradaban yang tersisa.


Sesampainya di restoran yang dimaksud, aku makan dengan kalap, padahal sayurnya kurang oke karena lidah kurang cocok dengan bumbu masakan Bali. Sehabis makan biasalaah belanja-belanja dulu dan karena kere akhirnya aku cuma beli satu kain Bali warna hijau dan lulur Bali! *kesiaan
 Dari tempat kami makan siang kami melanjutkan perjalanan ke pantai yang sudah tidak asing lagi, Pantai Kuta! Yeaaay! Kita anak pantai tanteeee!! Pantai Kuta ramai, tapi tidak seramai biasanya kata Bli Ketut, mungkin karena rencana hukuman mati untuk duo Bali Nine dari Autralia, karena sebagian besar bule yang datang ke Bali adalah bule Australia. Bagi warga negara Australia berlibur di negaranya sendiri jauh lebih mahal ketimbang mereka berwisata ke Bali, oleh karena itu banyak bule Australia yang datang ke Bali, ada yang datang berkali-kali, bahkan ada yang menetap dan menikah dengan orang Bali.


Di pantai Kuta masih terlalu panas, aku memakai kacamataku untuk menghindari silau yang kebangetan. Karena malas bergabung dengan ibu-ibu, aku lebih memilih bermain dengan kedua adikku, Yoga dan Icha. Dari foto-foto, main pasir, mengumpulkan pecahan karang, sampai menulis-nulis nama di pasir ala anak alay. Beberapa kali bule-bule yang lewat menyapaku, mungkin mereka merasa aneh atau apa melihat kostumku yang berjilbab tapi pecicilan di pinggir pantai. Panasss! Tapi happy! Wajahku mengkilap eksotis karena kepanasan, but whatever! Akkkkkkkk!!

Sejauh Mata Memandang

 Fokus Liatin Karang

 Luthfia Junior Ngeksis

 Bertiga yang Tumben Akur 

Mengalaykan Diri

Setelah kurang lebih 1,5 jam bermain-main aku dan adik-adikku meninggalkan bibir pantai walaupun masih sangat senang bermain-main disana, aku menyeruput minuman yang dibeli ibuku, dan membeli kerupuk tempe dari tukang asongan yang menjajakan dagangannya. Sebenarnya sedih sih, tuan rumah di negara sendiri malah cuma jadi tukang pijat refleksi dan penjual asongan di pantai tempat orang-orang asing itu bermain-main. Tukang pijat refleksinya malah ada yang berusia sampai 60 tahun, melayani bule-bule asing itu demi beberapa puluh ribu. Hey guys, keindahan ini milik kita :’))


Di perjalanan menuju hotel kami mampir ke pusat perbelanjaan yang cukup besar, Kresna. Sedikit menyesal karena tidak belanja banyak di Hawaii, karena harganya sedikit agak mahal. Entah karena lelah atau saking kebanyakan barangnya aku malah bingung mau beli apa, akhirnya cuma membeli satu handbag warna pink, iya cuma satu!!


Hari itu sudah sangat lelah karena melakukan perjalanan panjang, sesampainya di hotel Bagasta kami sudah disambut makan malam yang sebenarnya enak tapi pedasnya kebangetan dan akhirnya lagi-lagi aku tidak menghabiskan makananku. Aku dan Yoga adikku mendapat kamar di lantai dua, hotelnya lumayan oke dengan dua kasur televisi besar dan AC.


Hari pertama berakhir di kasur hotel yang empuk, menyempatkan on the phone sama pacar sambil ngakak menyaksikan Yoga yang sehabis mandi buru-buru menggunakan masker wajah karena habis kepanasan seharian. Oya, baru sadar, aku melewatkan siaran live  [Masih] Dunia Lain karena kelelahan.


Ah, penasaran banget dengan petualangan (bareng ibu-ibu PNS rempong) selanjutnya besok! Hari pertama di Bali? Duh, sepertinya aku jatuh cinta, banget!




*Ditulis berantakan di Bali, 2 April 2015
Diselesaikan di perpustakaan pusat Unlam 14 April 2015
12.47 wita



0 komentar:

Posting Komentar