Aku duduk-duduk di tempat ini tak cuma sesekali, jauh sebelum
sering datang dengannya aku lebih sering duduk-duduk sendirian dengan segelas
lemon tea sambil menulis, membaca kamus, berselancar di dunia maya dengan wifi
gratis atau sekedar ngopi sambil ngobrol ngalor ngidul menghabiskan malam
mingguan dan nonton bola dengan kawan-kawan.
Tapi bukan berarti sembarangan orang yang kubawa ke tempat
ini, jika kali ini aku ada dengannya di sofa merah ini maka jelas karena dia bukan
orang sembarangan, dia istimewa, seisitimewa tempat ini.
Dia selalu datang ke tempat ini ketika berkunjung ke kotaku,
selain untuk mencuri senja bersamaku, pancake di tempat inilah alasannya. Dia selalu kebingungan ketika berhadapan dengan menu yang banyak pilihan, satu yang tak pernah dia lupa dan tak perlu banyak pertimbangan untuk dipesannya, Pancake Chocolate with Ice Cream favoritnya. Dia selalu tidak sabar menunggu pesanannya datang dan selalu menghabiskannya dengan buru-buru.
Satu-dua menit…
Tiga-empat menit…
Lima menit…
Aku pasti sudah menemukan pancake di piringnya ludes, yang
tersisa hanya lelehan es krim yang masih dipungutinya. Dengannya menyantap makanan
apa saja jadi lebih asik, bahkan makanan yang dimasak dengan cara yang sama
rasanya jadi berbeda jika di sampingnya :D
Aku senang memperhatikan raut wajahnya saat terburu-buru menghabiskan
pancakenya. Tidak terdefinisi. Dia memang selalu tampak over interest saat
berhadapan dengan makanan. Aku dapat mengingat dengan baik setiap jengkal
ekpresi kelaparannya sejak saat pertemuan pertama kami ramadhan tahun lalu.
Aku sering tersenyum-senyum sendirian di setiap jeda hening
yang tercipta saat dia menyantap pancakenya, melamun berterimakasih kepada Tuhan
yang telah menghadiahinya senyum canggung dengan gigi taringnya yang membuatnya
susah di lupa, sekalipun dengan jerawat yang bejibun dan rambut yang susah
diatur, namun pangkal hidungnya yang mancung sering mengundang gemas gigiku
untuk menggigitnya, posturnya yang tinggi membuatku nyaman meringkuk di dadanya.
Tampan? Tidak!! Namun tak pernah kelihatan membosankan. Mengingat bagaimana
bertemu dengannya, keajaiban dari Tuhan yang dititipkan kepada semesta, kemudian
tangan jahilnya menggelitik lututku atau menancapkan siku lancipnya di perutku
membuatku tersadar dari lamunanku. Untuk mendapatkan moment seperti ini aku harus sakaw berhari-hari
hingga berminggu-minggu, dan untuk sampai ke kotaku dia harus menunggu berhadapan satu minggu penuh dengan
meja kerjanya.
Dunia kami jauh berbeda, pijakan kami berbeda, rutinitas kami
berbeda, yang membuat kami sama adalah kami sama-sama menulis, kami kutu buku
dan makhluk yang doyan hidup tengah malam, entah bagaimana mungkin bisa seorang
Putri Tidur yang terserang Insomnia berpasangan dengan Hantu Dini Hari. Karena
untuk berpasangan tidak melulu harus tampak sama bukan? Seperti sepiring
pancake yang bisa berpasangan dengan segelas es jeruk, dia mungkin saja
berpasangan dengan slurpee jelly atau mocca float, tapi perpaduan yang manis
dengan manis tidak selamanya enak bukan? Enek iya. Terkadang kita memang perlu
sesuatu yang berbeda untuk melengkapi hidup kita.
Aku mengenalnya di media sosial lama, kurang lebih 8 bulan
sebelum pertemuan pertama, total setahun 4 bulan hingga sekarang. Semacam
teman? Lebih dari itu. Sahabat? Bisa jadi. Seperti saudara? Banget. Jadi dia
siapa? KEKASIH. Ya,aku menyabut dia kekasih, dia bisa jadi segalanya buatku.
Mengenal seseorang di media sosial kemudian bertemu bukan
kali pertamaku, sebelum dengannya banyak yang datang dan yang menghilang juga tak
kalah sering, tapi dengannya nyaris tak ada jeda, jauh lagi terpikir untuk
pergi, walau sebelumnya sempat saling memuja manusia lain di dunia
masing-masing.
Bertemu dengannya rasanya serba mudah, tanpa dikenalkan
siapa-siapa, hanya berdua sampai kami menyadari bahwa di dunia kami yang
berbeda kami memiliki banyak teman yang sama. Waktu membuat kami menjadi
tertukar, dia yang kekanakan, selalu terlambat namun tergesa-gesa mendadak
menjadi dewasa, agak melankolis, setiap kata yang keluar dari mulutnya seperti
sejuk yang melegakan di tengah himpitan asap tebal. Aku yang dewasa dan tangguh
mendadak begitu manja, membutuhkan kehadirannya di setiap jengkal hari-hariku.
Aku mengenalnya sangat baik. Mereka bilang kami mabuk cinta. Dengan
segala akal sehatku, aku menyatakan, ya, memang aku mencintainya, sepaket
dengan masa lalu, segala kebiasaan buruk dan keistiewaannya. Kurasa benar, aku
menemukan cinta yang kudefinisikan ketika bersama dengannya.
Bagian paling tak menyenangkan dari menyantap pancake
dengannya adalah pertanda bahwa aku akan segera melihat punggungnya berbalik
pergi, pulang kembali ke kotanya meninggalkan jejak-jejak wangi parfum “gugup”.
Berdoalah Mr. Pancake, semoga…
Simpang Gusti, 14 Maret 2015
10.05 PM
0 komentar:
Posting Komentar