Cerita Narraya
Sejak siang otakku menggeliat, menunggu dicekoki obat…
Semalam aku digoda Narraya
“Tidurlah, jika ingin menjadi yang pertama melihatku lebih lembut besok”, tawarnya
Ah, saban haripun aku bisa melihatnya, elakku
Semalaman aku berusaha tak memejamkan mata, menantang Narraya
Kelebatan suara Narraya simpang siur beradu dengan suara cicak
Aku menahan marah, nampaknya godaannya tak terelak
Aku semakin gegabah menahan berat mata,
Ujung-ujungnya tertidur dengan bantahan jiwa
Aku masih terkapar saat panggilan-Nya menyerang dinding sederhana “kotak” ini
Semakin terpenjara ego
Namun bayangan Narraya terus berputar tak terhenti sekalipun dalam mimpi
Aku mengelak lagi…
Sampai ketika dadaku sesak
Nafasku sengak
Mataku tak mampu terbelalak
Tanganku mencengkram kuat…
Sakit, ku pikir ini akhir…
Dan Narraya telah berhasil memainkan perannya…
Membuatku diam, dibunuh ribuan sesal…
Tentang Masa depan
Senja sudah beranjak lagi…
Aku masih bergumul melawan dan menahan sekerumunan orang yang tengah berkoar tentang masa depan
Sejenak aku jenuh, “Uh, itu masih lama dan terlalu jauh!”, keluhku
Samar saja, tak terdengar
Aku memalingkan arah sejenak,
mengusap peluh yang menganak sungai
Meredam suara-suara yang kian memekak
Meengecam bosan yang terus mencekak
“Mbak…”, Sebuah sapaan hangat dan bersahabat mendarat di ujung telingaku
Hatiku penuh, mencoba menjadi utuh
Aku berusaha melempar senyum…
Ada semangat membara,
Kegelisahan mereda, kembali bergairah…
“Ah, ternyata masa depan itu kian dekat, tepat berada di depanku…”
Sudah saatnya aku memikirkannya… :)
Cerita Insomnia
Waktu menunjukkan tepat pukul 01.00 AM ketika aku mulai menuliskan curahan ini dilayar laptop bututku. Ya, insomnia lagi. Tubuh ini rasanya lelah sekali, tapi pikiran tak mau berhenti bekerja.
Tugas Penilaian Pembelajaran Matematika yang kutelantarkan selama 2 minggu menuntut untuk segera diselesaikan malam ini, punggungku sudah terasa sakit, tapi gumpalan huruf ini semakin ruwet saja menunggu untuk segera dipisahkan dan dituangkan ke dalam powerpoint. Bukan kebiasaanku seperti ini, tapi jaringan internet sedang kacau seminggu terakhir, baru bisa dipakai selepas midnight yang semakin mengakrabkanku dengan malam dan hmmm insomnia.
Jadi teringat kemarin, “seseorang” mengatakan bahwa mataku sudah mirip kantong belanjaan, hasil begadang tiap malam, Putri Tidur ini sedang Insomnia, :)
Migraine sejak sore tadi menyerang dengan ganas, tak kunjung sembuh bahkan sampai semalam ini, aku pun enggan menenggak obat untuk sekedar meringankannya. Biarlah, nikmati saja atau abaikan saja sakitnya. Toh, aku terbiasa menghadapi ribuan sakit yang melebihi ini, tak perlu cengeng, begitu kata hatiku.
Jenuh sekali rasanya, beberapa hal mengganggu suasana hati, dan sulit sekali mengungkapkannya. Kurang lebih 10 bulan aku tak menyentuh blog ini, ibarat rumah mungkin sudah lumutan, sekarang mulai membersihkannya lagi.
Akupun tidak mengerti apa yang ingin ku ungkapkan malam ini, hanya ingin sedikit melegakan sesak yang merajam dada.
Beberapa waktu lalu terbesit keinginan menengok blog ini, dan melihat pembaruan dari beberapa blog teman, ceritanya beragam, dari cerita tentang pernikahan hingga kasus patah hati, hmmm… dan malam ini di blog berbeda dengan pemilik yang sama aku juga menemukan hal yang sama, tentang patah hati.
Ah, entahlah… Sementara aku memulihkan keadaanku dengan cerita yang baru, ternyata masih ada yang terjebak dengan cerita lalu, singkat saja, ini tentangku, kalau menurut kesimpulanku, ini karena aku. Seperti orang egois aku menyembuhkan diriku, dengan orang-orang yang menyayangiku dan membiarkan orang lain berusaha menyembuhkan dirinya sendiri, lebih tepatnya sendirian. Ah, jahat nian diri ini.
Aku tidak ingin meralat apapun atau menjelaskan apapun, mungkin nantinya hanya akan terkesan mengada-ada atau sok kecantikan dan sok bijak, ya sudahlah bermain saja dengan persepsi kita masing-masing, keduanya sudah tidak saling berhubungan bukan?
Terimakasih atas apapun itu, aku jadi semakin berkaca lagi ke dalam diriku. Aku tak sepandai kau bermain kata, tak mampu menuangkan perasaan hatiku dengan lebih nyata.
Sudah saatnya aku melanjutkan tugas-tugasku, sampai disini sajalah, semakin banyak aku berkoar-koar, semakin lama tugasku selesai, semakin banyak pula galau yang tercipta. Terimakasih, selamat malam…
Terimakasih Yang Sederhana #2
Senja telah redup, membawa lari senyumku
Malam telah beranjak, merebut damaiku, menyisakan takut yang tak sederhana
Tak cuma malam ini, bahkan malam kemarin, mungkin juga malam besok, dan seterusnya
Kemarin aku menunggu pagi, bukan untuk cahaya, ataupun kehangatan
Tapi menunggu kabut menyelimuti hatiku, dan embun membekukannya
Hingga tak ada lagi yang berani menyentuh bahkan membuatnya luka
Kemarinnya lagi aku buru-buru mengusir malam, karena aku kegelapan…
Aku hanya mengenal mentari, yang kunikmati dengan hampa
Aku berpegang pada bulan, tapi ia mecampakkanku dalam gelap
Saat itu aku terjatuh, rasa sakitnya seperti akan membuatku mati
Tapi malam itu bintang jatuh dihadapanku, mengulurkan tangannya dalam cahaya yang tak pernah kusadari
Kecil saja, tapi ia tak pernah mebiarkan aku sendiri tersesat dalam gelap
Awalnya aku ragu, kemudian mencoba membiarkannya dalam diam
Perlahan aku mendekapnya, lebih erat dan tak ingin melepasnya
Banyak hal yang tak terungkap dalam kata, tapi percayalah akan cinta
Terimakasih untukmu yang telah bercahaya untukku, disana…
Langganan:
Postingan (Atom)